Harlah PMII ke-54: Semangat Kaum Gerakan Menuju
Perubahan Indonesia
Oleh: Asep Rizky
Padhilah*
“Bangkitlah dan bangkit !!! kader PMII Cirebon, hingga diaspora gerakanmu
mampu merubah air laut menjadi tawar !!” Muzayyin Haris, PC. PMII Cirebon
2011-2012
Tepat pada
tanggal 17 April 2014, organisasi kemahasiswaan Pergerakan Mahasiswa Islam
Indonesia (PMII) merayakan hari lahirnya yang ke-54 tahun. Serentak seluruh
kader PMII se-Indonesia merayakan harlah organisasi yang berlatar belakang NU dengan
berbagai macam kegiatan. Namun, akan terasa kurang bermakna atau mungkin
“berdosa” ketika dalam setiap perayaan harlahnya tidak dibarengi dengan kontribusi
dalam pembangunan bangsa. Karena dalam usianya yang ke-54 tahun, bukan
merupakan rentetan angka-angka yang pendek dan sia-sia, tapi itu adalah sebuah pencapaian
yang luar biasa, apalagi dibarengi dengan berperan serta dalam mencapai pembangunan
Bangsa Indonesia menuju lebih baik. Mahbub Djunaedi, salah satu tokoh yang
membidani lahirnya PMII, telah membuktikan perannya sebagai kader militan di
PMII yang selalu memberikan kritikan-kritikan tajam melalui kolom-kolomnya
terhadap sistem pemerintahan yang merugikan masyarakat, hal itu dilakukannya
sebagai representasi nilai kritis tranformatif PMII untuk mewujudkan kondisi
Indonesia yang bebas dari marginalisasi dan korupsi.
Dalam
harlahnya yang ke-54 tahun ini, PMII harus dapat menunjukan eksistensinya
sebagai organisasi yang kokoh dalam berperan kemashlahatan warga Indonesia –
ke-Islaman dan ke-Indonesiaan. Harlah PMII ke-54 ini juga sebagai momentum
untuk berkomitmen menemukan arah yang jelas dalam setiap proses kaderisasinya,
mendiasporakan gerakan keseluruh berbagai bidang guna berperan sebagai garda
terdepan dalam memperjuangkan dan melestarikan cita hidup kemasyarakatan
yang mampu menyejahterakan manusia secara menyeluruh dan tuntas (rahmatan li al-alamin).
Kita semua
sudah tahu, dan ini sudah menjadi rahasia umum mengenai berbagai permasalahan
di Indonesia yang tak kunjung usai, malah betambah dengan masalah-masalah yang
baru. Permasalahan yang sangat terlihat, korupsi misalkan, sudah puluhan
triliun uang Negara yang dikorupsi oleh pejabat-pejabat Negara. Mahfudz MD
pernah memaparkan “Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) kita Rp 1.850
triliun, sementara utang kita Rp 2.400. Sedangkan potensi korupsinya mencapai
Rp 7.000 triliun”. Sangat ironi sekali ketika permasalahan di Indonesia
terus-menerus dibiarkan, maka akan semakin akut. Belum lagi masalah dibidang
pendidikan yang menyangkut soal moral anak bangsa, ekonomi dengan
kemiskinannya, politik, sosial, dan lain-lain. Permasalahan di Indonesia
seperti puzzle yang sulit tersusun
dengan rapi. Belum lagi, saat ini Indonesia mengalami bonus demografi, yakni
kondisi meningkatnya usia produktif. Perlu kerja ekstra dari berbagai kalangan
untuk membenahi SDM khususnya di usia produktif. Ini merupakan PR serius,
karena apabila hal ini tidak dapat ditangani dengan baik, maka akan menjadi
bencana besar bagi bangsa Indonesia. Karena banyaknya penduduk usia produktif, namun
tidak berproduktif.
Perlu
adanya sebuah resolusi, PMII, sekalipun organisasi yang tidak tercantum dalam
struktural Nahdlatul Ulama, namun harus diakui bahwa PMII lahir dari rahim NU,
saat itu ulama NU memberikan ijin untuk berdirinya organisasi kemahasiswaan
yang berlandaskan ahlussunnah wal jama’ah. Diperkuat dengan tradisi keseharian PMII yang
sangat bercorak dengan ke-NU-annya. Untuk itu, PMII dan NU harus lebih
memperkuat barisannya baik secara intern maupun ekstern, tanpa mengurangi sikap
kritis antara keduanya. Sehingga, itu akan menjadikan sebuah kekuatan besar
dalam membangunan tatanan kehidupan yang selaras diseluruh aspek; ekonomi,
sosial, budaya, politik, kepemudaan dan tentunya dalam nilai ke-Islaman
maupun ke-Indonesiaan. Penulis, sebagai kader PMII dan juga NU memiliki
keyakinan yang seyakin-yakinnya bahwa PMII dan NU mampu berkiprah dengan baik
dalam pembangunan bangsa, tentunya dalam menjaga keutuhan NKRI.
Pada
akhirnya, harlah PMII ke-54 ini diharapkan agar kader-kader PMII tidak larut
dan tenggelam dalam euforia atas kelahiran yang ke-54 tahun. Justeru diusia 54
tahun harus sudah membuktikan komitmen, kedewasaan, dan “jenis kelamin”
organisasi yang jelas. Hal tersebut agar dapat menjadi persembahan terbaik
untuk para founding father kita
(PMII). Karena, banyak organisasi kemahasiswaan ataupun kepemudaan yang sudah
tergerus oleh keadaan politik dan kerasnya perubahan. Usia ke-54 tahun memang
sudah cukup untuk dikatakan tua. Bahkan manusia pada usia tersebut sudah
mengalami yang namanya menopause ataupun andropause,
yakni penurunan testoteron akibat
umur yang bertambah tua, sehingga mengakibatkan penurunan kualitas hidup. Tapi
tidak untuk PMII, organisasi kemahasiswaan yang mempunyai orangtua yang jelas,
NU, harus semakin menunjukan taringnya, harus lebih go public dan mampu melakukan perubahan terhadap tanah Ibu Pertiwi
yang sudah mulai gersang kerontang. Wallahu
a’lam.
Koran Radar Cirebon, kolom wacana, 17 April 2014 |
* Penulis adalah Pengurus
Komisariat Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) IAIN Syekh Nurjati
Cirebon
Komentar
Posting Komentar