Langsung ke konten utama

Filsafat Pancasila

PENDAHULUAN.

Latar Belakang.
            Filsafat dalam bentuknya sebagai ilmu maupun sebagai pandangan hidup bangsa telah berkembang semenjak lama. Dimulai dari pemikiran-pemikiran fisuf Yunani kuno. Hingga abad pertengahan sampai dengan abad sekarang.
            Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia yang telah ditetapkan sebagai dasar negara dan filsafat negara tumbuh dan berkembang pada suasana dan perkembangan filsafat dunia seperti ini.
            Dalam rangka pemahaman terhadap filsafat pancasila akan muncul dihadapan kita adanya kata majemuk filsafat Pancasila yang mengandung arti dengan Pancasila sebagai objeknya. Pancasila sebagai konsep filsafati adalah Pancasila yang tercantum di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
            Pancasila sebagai konsep filsafati merupakan sistematisasi pandangan hidup bangsa Indonesia, bahwa bangsa Indonesia yakin dan percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa serta bertaqwa kepada-Nya, bahwa manusia sebagai ciptan Tuhan memiliki harkat dan martabat yang sama bahwa dalam penghayatan hidup eksistensinya (ada dan beradanya) memiliki unsur-unsur yang khas (memiliki keunikan) untuk mewujudkan suatu ikatan yang diphami sebagai kelompok bangsa, dahwa di dalam kehidupan bangsa itu segala sesuatu perlu dibicarakan bersama agar masing-masing dapat memiliki apa yang hak dan tanggung jawabnya.
            Pusat pandangan Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa tertuju pada asumsinya tentang realitas yaitu realitas sosial yang peran utamanya adalah manusia. Oleh karena itu nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila tergantung pada dasarnya (premise) tentang realitas siapa manusia itu. Manusia dapat disebut sebagai berhakikat monopluralis (sarwo tunggal) yang berarti manuisa itu merupakan ketunggalan dari unsur-unsurnya yang berupa fungsinya sebagai pribadi sekaligus makhluk sosial, susunan dirinya terdiri atas jiwa dan raga, kedudukannya yang bebas tetapi sekaligus terikat sebagai makhluk Tuhan (bebas/terbatas).
            Aktualisasi dari manusia pluralis ini adalah manusia-manusia yang mampu memahami dan memenuhi kebutuhan unsur-unsur tersebut secara serasi, seimbang, dan dinamis. Disamping itu manusia juga sebagai makhluk seutuhnya yangmengandung dimensi religis, etis, dan estetis.
            Arti dan makna unsur-unsur yang terkandung dalam filsafat Pancasila adalah bahwa Pancasila sebagai suatu kesatuan yang utuh dan bulat dari kelima sila-silanya.

Rumusan Masalah.
*      Menjelaskan sejarah perumusan Pancasila
*      Mendefinisikan pengertian filsafat dan filsafat Pancasila
*      Menjelaskan sifat khas Pancasila sebagai filsafat
*      Menganalisis sila-sila Pancasila sebagai suatu sistem filsafat;
*      Menguraikan aspek ontologis, epistemologis dan aksiologis Pancasila
*      Menjelaskan Pancasila sebagai ideologi nasional Indonesia
*      Menjelaskan Pancasila sebagai dasar negara Indonesia.

Tujuan Pembuatan Makalah
            Makalah ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu persyaratan tugas terstruktur pada mata kuliah Pancasila dan Kewarganegaraan. Selain itu penulis juga untuk memperoleh pengalaman praktis dalam pembuatan makalah yang sewaktu-waktu dapat di jadikan sebagai contoh pembuatan makalah. Dan juga sebagai menambah wawasan mengenai filsafat Pancasila



PEMBAHASAN

A. Sejarah Perumusan Pancasila.
      Secara material, nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila merupakan kebudayaan bangsa.
  1. Zaman Prarevolusi Kemerdekaan
Sebelum tahun 1900, Pancasila merupakan warisan budaya secara implisit yang berakar dan bersumber dalam kebudayaan masyarakat sebagai nilai-nilai yang tersebar dikepulauan Nusantara dan  terdapat dalam kebudayaan-kebudayaan daerah.
            Semenjak tahun 1900, Pancasila mulai terumus secara eksplisit sebagai nilai-nilai mendasar dalam zaman pergerakan nasional. Selain itu, ada peristiwa-peristiwa dimana nilai-nilai Pancasila muncul secara fragmentaris yang terbagi dalam tiga tahapan sebagai berikut :
Pertama : Bangkinya kesadaran kebangsaan, lewat peristiwa dan tokoh-topkoh :
v  R.A Kartini dalam tulisan dan perilaku yang memperjuangkan emansipasi dan pendidikan bagi kaum wanita. Nilai dasar yang diketengahkan olehnya adalah mengangkat martabat dan perkembangan pribadi manusia. Perjuangan beliau ini mencerminkan sila II.
v  Berdirinya Boedi Oetomo padfa tahun 1908, yang memperjuangkan kemandirian, martabat bangsa dan kesadaran nasional dengan tumpuan kekuatan kebudayaan. Perjuangan ini mencerminkan sila II dan III.
v  Berdirinya Sarekat Dagang Islam/Sarekat Islam pada tahun 1911, yang memperjuangkan persamaan derajat, kemandirian, solidaritas, dan perkembangan sosial-ekonomi masyarakat dengan tumpuan kekuatan agama, dan perdagangan. Gerakan ini mencerminkan sila I, II, dan V.
Kedua : Bangkitnya kesadaran politis, yang terwujud dalam gerakan-gerakan politik, seperti :
v  Berdirinya Indische Partij dengan pimpinan Douwes Dekker pada tahun 1912, yang ingin mencapai kemerdekaan dan membangun patriotisme semua “kaum Hindia”, menegakkan persamaan derajat, solidaritas, dan keadilan sosial. Gerakan ini mencerminkan sila III, dan V.
v  Berdirinya Jong Java, Jong umatra, Jong Ambon, dan lain-lain, yang ingin menanamkan nilai kpribadian, kemandirian, dan solidaritas serta mewujudkan cita-cita persatuan dengan dasar nasionalisme menuju terwujudnya Indonesia Raya. Gerakan ini mencerminkan sila III.
v  Berdirinya PNI dan partai lain yang ingin memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dengan semangat nasionalisme dan patriotisme. Gerakan ini mencerminkan sila III dan IV.
Ketiga : Bangkitnya kesadaran ideologis, yang ditandai oleh gerakan dan peristiwa, seperti :
v  Kongres Pemuda Indonesia pada tahun 1928 yang terwujud dalam Sumpah Pemuda : kesatuan tanah air, bangsa, dan bahasa Indonesia, yang memperjuangkan persamaan derajat dan kemerdekaan. Peristiwa ini mencerminkan sila II, III, dan IV.

  1. Zaman Revolusi (1945-1950).
Dalam zaman ini pun rumusan Pancasila sudah mengalami banyak perubahan. Pidato “Lahirnya Pancasila” oleh Bung Karno pada 1 Juni 1945 sebagai rumusan bulat dari proses kesadaran nilai-nilai mendasar selama zaman pergerakan nasional. Dengan demikian, rumusan Pancasila merupakan hasil sosial-budaya. Masing-masing tokoh dan perisriwa mempunyai jasa dan peranannya. Di bawah ini rumusan Soekarno dibandingkan dengan rumusan UUD 1945 :
Rumusan Soekarno
Rumusan UUD 1945
1. Kebangsaan
2. Internasionalisme,atau Peri Kemanusiaan
3. Mufakat, atau Demokrasi
4. Kesejahteraan Sosial


5. Ketuhanan Yang Maha Esa
1.      Ketuhanan Yang Maha Esa
2.      Kemanusiaan yang adil dan beradab
3.      Persatuan Indonesia
4.      Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan /perwakilan
5.      Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

            Dari perbandingan itu terlihatlah adanya perubahan yang prinsipil baik dalam tata sila-sila maupun dalam bentuk rumusan atau pembahasannya.

  1. Zaman Pascarevolosi (1950-sekarang)
Dalam zaman ini Pancasila dilanda badai dan gejolak yang besar baik yang bersifat terang-terangan ataupun terselubung.
            Pemikiran Bung Karno secara beruntun ialah : pemaduan “Islamisme, Marxisme, Nasionalisme”-Marhaenisme-Internasionalisme-Manipol Usdek-Nasakom.
            Sementara Aidit menguraikan Ketuhanan Yang Maha Esa, atau monotheisme, atau kebebasan untuk tidak beragama; Peri Kemanusiaan , atau Internasionalisme; Kebangsaan Sosial, Sosialisme. Selain itu aidit juga menyatakan bahwa Pancasila hanyalah sekedar alat pemersatu.
            Sedangkan Nyoto mengartikan Peri Kemanusiaan sebagai Internasionalisme, yaitu persatuan buruh di seluruh dunia. Pada tahun 1965 terjadilah Pemberontakan G30S/PKI yang berlandaskan marxisme-leninisme.
            Pada tahun 1966 timbullah Orde Baru dan berakhirlah Orde Lama. Orde Baru merupakan orientasi kembali ke rel Pancasila yang sebenarnya.
            Pada tahun 1983, Pancasila disepakati sebagai satu-satunya asas dalam kehidupan sosial-politik. Disusul kemudian oleh UU No. 3 tahun 1985 tentang Parpol dan No. 8 tahun 1985 tentang Ormas.
            Demikianlah perjalanan Pancasila di masa lampau. Perjalanannya di masa depan tergantung di tangan bangsa ini sendiri, yang harus menghadapi banyak tantangan dan masalah dalam pembangunan nasional.

B. Pengertian Filsafat.
            Secara etimologis istilah “filsafat” berasal dari bahasa Yunani “philein” yang artinya “cinta” dan “sophos” yang artinya “hikmah” atau “kebijaksanaan” atau “wisdom” (Nasution, 1973). Jadi secara harfiah istilah “filsafat” mengandung makna cinta kebijaksanaan. Cinta mempunyai pengertian yang luas. Sedangkan kebijaksanaan mempunyai arti yang bermacam-macam yang berbeda satu dari yang lainnya. Dan nampaknya hal ini sesuai dengan sejarah timbulnya ilmu pengetahuan, yang sebelunya dibawah naungan filsafat. Namun demikian jikalau kita membahas pengertian filsafat dalam hubungannya dengan lingkup bahasannya maka mencakup banyak bidang bahasan antara lain tentang manusia, alam, pengetahuan, etika, logika, dan lain sebagainya. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan maka muncul pula filsafat yang berkaitan dengan bidang-bidang ilmu tertentu antara lain filsafat politik, sosial, hukum, bahasa, ilmu pengetahuan, agama, dan bidang-bidang ilmu lainnya.
            Keseluruhan arti filsafat ya ng meliputi berbagai masalah tersebut dapat dikelompokan menjadi dua macam sebagai berikut :
      Pertama : Filsafat sebagai produk yang mencakup pengertian.
  1. Filsafat sebagai jenis pengetahuan ilmu, konsep, pemikiran-pemikiran dari filsuf zaman dahulu yang lainnya merupakan suatu aliran atau sistem filsafat tertentu. Misalnya rasionalisme, materialisme, hedonisme, dan lain sebagainya.
  2. Filsafat sebagai suatu jenis problema yang dihadapi oleh manusia sebagai hasil dari aktivitas berfilsafat. Jadi manusia mencari suatu kebenaran yang timbul dari persoalan yang bersumber pada akal manusia.

Kedua :  Filsafat sebagai suatu proses, yang dalam hal ini filsafat diartikan dalam bentuk suatu aktivitas berfilsafat, dalam proses pemecahan suatu permasalahan dengan menggunakan suatu cara dan metode tertentu yang sesuai dengan objeknya
      Adapun cabang-cabang filsafat yang pokok adalah sebagai berikut :
  1. Metafisika, yang membahas tentang hal-hal yang bereksistensi di balik fisis yang meliputi bidang-bidang, ontologi, kosmologi dan antropologi.
  2. Epistemologi, yang berkaitan dengan persoalan hakikat pengetahuan.
  3. Metodologi, yang berkaitan dengan persoalan hakikat metode dalam ilmu pengetahuan.
  4. Logika, yang berkaitan dengan persioalan filsafat berfikir, yaitu rumus-rumus dan dalil-dalil nerfikir yang benar
  5. Etika, yang berkaitan dengan moralitas, tingkah laku manusia.
  6. Estetika, yangb berkaitan dengan persoalan hakikat keindahan.
Berdasarkan cabang-cabang filsafat inilah kemudian mencullah berbagai macam aliran dalam filsafat.


C. Filsafat Pancasila.
1.1 Pengertian Filsafat Pancasila
      Pancasila dapat digolongkan sebagai filsafat dalam arti produk, sebagai pandangan hidup, dan dalam arti praktis. Ini berarti  Filsafat Pancasila mempunyai fungsi dan peranan sebagai pedoman dan pegangan dalam sikap, tingkah laku dan perbuatan dalam kehidupan sehari-hari, dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara bagi bangsa Indonesia.
Pancasila sebagai filsafat mengandung pandangan, nilai, dan pemikiran yang dapat menjadi substansi dan isi pembentukan ideologi Pancasila.
Filsafat Pancasila dapat didefinisikan secara ringkas sebagai refleksi kritis dan rasional tentang Pancasila sebagai dasar negara dan kenyataan budaya bangsa, dengan tujuan untuk mendapatkan pokok-pokok pengertiannya yang mendasar dan menyeluruh.
Pancasila dikatakan sebahai filsafat, karena Pancasila merupakan hasil permenungan jiwa yang mendalam yang dilakukan oleh the faounding father kita, yang dituangkan dalam suatu sistem (Ruslan Abdul Gani).
Filsafat Pancasila memberi pengetahuan dan penngertian ilmiah yaitu tentang hakikat dari Pancasla (Notonagoro).
1.2 Pancasila sebagai suatu sistem filsafat
Pembahasan mengenai Pancasila sebagai sistem filsafat  dapat dilakukan dengan cara deduktif dan induktif.
§  Cara deduktif yaitu dengan mencari hakikat Pancasila serta menganalisis dan menyusunnya secara sistematis menjadi keutuhan pandangan yang komprehensif.
§  Cara induktif yaitu dengan mengamati gejala-gejala sosial budaya masyarakat, merefleksikannya, dan menarik arti dan makna yang hakiki dari gejala-gejala itu.

Pancasila yang terdiri atas lima sila pada hakikatnya merupakan sistem filsafat.
Yang dimaksud sistem adalah suatu kesatuan bagian-bagian yang saling berhubungan, saling bekerjasama untuk tujuan tertentu dan secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang utuh.
Sila-sila Pancasila yang merupakan sistem filsafat pada hakikatnya merupakan suatu kesatuan organis. Artinya, antara sila-sila Pancasila itu saling berkaitan, saling berhubungan bahkan saling mengkualifikasi. Pemikiran dasar yang terkandung dalam Pancasila, yaitu pemikiran tentang manusia yang berhubungan dengan Tuhan, dengan diri sendiri, dengan sesama, dengan masyarakat  bangsa yang nilai-nilai itu dimiliki oleh bangsa Indonesia.
Dengan demikian Pancasila sebagai sistem filsafat memiliki ciri khas yang berbeda dengan sistem-sistem filsafat lainnya, seperti materialisme, idealisme, rasionalisme, liberalisme, komunisme dan sebagainya.

*      Ciri sistem Filsafat Pancasila itu antara lain:
1.      Sila-sila Pancasila merupakan satu-kesatuan sistem yang bulat dan utuh. Dengan kata lain, apabila tidak bulat dan utuh atau satu sila dengan sila lainnya terpisah-pisah maka itu bukan Pancasila.
2.      Susunan Pancasila dengan suatu sistem yang bulat dan utuh itu dapat digambarkan sebagai berikut:
*      Sila 1, meliputi, mendasari dan menjiwai sila 2,3,4 dan 5; Sila 2, diliputi, didasari, dijiwai sila 1, dan mendasari dan menjiwai sila 3, 4 dan 5;
*      Sila 3, diliputi, didasari, dijiwai sila 1, 2, dan mendasari dan menjiwai sila 4, 5;
*      Sila 4, diliputi, didasari, dijiwai sila 1,2,3, dan mendasari dan menjiwai sila 5;
*      Sila 5, diliputi, didasari, dijiwai sila 1,2,3,4.

*      Inti sila-sila Pancasila meliputi:
§  Tuhan, yaitu sebagai kausa prima
§  Manusia, yaitu makhluk individu dan makhluk sosial
§  Satu, yaitu kesatuan memiliki kepribadian sendiri
§  Rakyat, yaitu unsur mutlak negara, harus bekerja sama dan gotong royong
§  Adil, yaitu memberi keadilan kepada diri sendiri dan orang lain yang menjadi haknya.

Membahas Pancasila sebagai filsafat berarti  mengungkapkan konsep-konsep kebenaran Pancasila yang bukan saja ditujukan pada bangsa Indonesia, melainkan juga bagi manusia pada umumnya.
Wawasan filsafat meliputi bidang atau aspek penyelidikan ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Ketiga bidang tersebut dapat dianggap mencakup kesemestaan.
Oleh karena itu, berikut ini akan dibahas landasan  Ontologis Pancasila, Epistemologis Pancasila dan Aksiologis Pancasila.

  1. Landasan Ontologis Pancasila
Ontologi, menurut Aristoteles adalah ilmu yang meyelidiki hakikat sesuatu atau tentang ada, keberadaan atau eksistensi dan disamakan artinya dengan metafisika.
Secara ontologis, penyelidikan Pancasila sebagai filsafat dimaksudkan sebagai upaya untuk mengetahui hakikat dasar dari sila-sila Pancasila. Pancasila yang terdiri atas lima sila, setiap sila bukanlah merupakan asas yang berdiri sendiri-sendiri, malainkan memiliki satu kesatuan dasar ontologis.
Dasar ontologis Pancasila pada hakikatnya adalah manusia, yang memiliki hakikat mutlak yaitu monopluralis, atau monodualis, karena itu juga disebut sebagai dasar antropologis. Subyek pendukung pokok dari sila-sila Pancasila adalah manusia.
Hal tersebut dapat dijelaskan bahwa yang Berketuhan Yang Maha Esa, yang berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang berpersatuan, yang berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan serta yang berkeadilan sosial pada hakikatnya adalah manusia.
Sedangkan manusia sebagai pendukung pokok sila-sila Pancasila secara ontologis memiliki hal-hal yang mutlak, yaitu terdiri atas susunan kodrat, raga dan jiwa, jasmani dan rohani. Sifat kodrat manusia adalah sebagai makhluk individu dan makhluk sosial serta sebagai makhluk pribadi dan makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Maka secara hirarkis sila pertama mendasari dan menjiwai sila-sila Pancasila lainnya. (lihat Notonagoro, 1975: 53).



  1. Landasan Epistemologis Pancasila
Epistemologi adalah cabang filsafat  yang menyelidiki asal, syarat, susunan, metode, dan validitas ilmu pengetahuan. Epistemologi meneliti sumber pengetahuan, proses dan syarat terjadinya pengetahuan, batas dan validitas ilmu pengetahuan.
Epistemologi adalah ilmu tentang ilmu atau teori terjadinya ilmu atau science of science. Menurut Titus (1984:20) terdapat tiga persoalan yang mendasar dalam epistemologi, yaitu:
1.      Tentang sumber pengetahuan manusia;
2.      Tentang teori kebenaran pengetahuan manusia;
3.      Tentang watak pengetahuan manusia.

Secara epistemologis kajian Pancasila sebagai filsafat dimaksudkan sebagai upaya untuk mencari hakikat Pancasila sebagai suatu sistem pengetahuan.
Pancasila sebagai sistem filsafat pada hakikatnya juga merupakan sistem pengetahuan. Ini berarti Pancasila telah menjadi suatu belief system, sistem cita-cita, menjadi suatu ideologi. Oleh karena itu Pancasila harus memiliki unsur rasionalitas terutama dalam kedudukannya sebagai sistem pengetahuan.
Dasar epistemologis Pancasila pada hakikatnya tidak dapat dipisahkan dengan dasar ontologisnya.  Maka, dasar epistemologis Pancasila sangat berkaitan erat dengan konsep dasarnya tentang hakikat manusia.
Pancasila sebagai suatu obyek pengetahuan  pada hakikatnya meliputi masalah sumber pengetahuan dan susunan pengetahuan Pancasila.
Tentang sumber pengetahuan Pancasila, sebagaimana telah dipahami bersama adalah nilai-nilai yang ada pada bangsa Indonesia sendiri. Nilai-nilai tersebut merupakan kausa materialis Pancasila.
Tentang susunan Pancasila sebagai suatu sistem pengetahuan, maka Pancasila memiliki susunan yang bersifat formal logis, baik dalam arti susunan sila-sila Pancasila maupun isi arti dari sila-sila Pancasila itu. Susunan kesatuan sila-sila Pancasila adalah bersifat hirarkis dan berbentuk piramidal.
Sifat hirarkis dan bentuk piramidal itu nampak dalam susunan Pancasila, di mana sila pertama Pancasila mendasari dan menjiwai keempat sila lainny, sila kedua didasari sila pertama dan mendasari serta menjiwai sila ketiga, keempat dan kelima, sila ketiga didasari dan dijiwai sila pertama dan kedua, serta mendasari dan menjiwai sila keempat dan kelima, sila keempat didasari dan dijiwai sila pertama, kedua dan ketiga, serta mendasari dan menjiwai sila kelma, sila kelima didasari dan dijiwai sila pertama, kedua, ketiga dan keempat
Dengan demikian susunan Pancasila memiliki sistem logis baik yang menyangkut kualitas maupun kuantitasnya.

  1. Landasan Aksiologis Pancasila
Sila-sila Pancasila sebagai suatu sistem filsafat memiliki satu kesatuan dasar aksiologis, yaitu nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila pada hakikatnya juga merupakan suatu kesatuan. Aksiologi Pancasila mengandung arti bahwa kita membahas tentang filsafat nilai Pancasila.
Istilah aksiologi berasal dari kata Yunani axios yang artinya nilai, manfaat, dan logos yang artinya pikiran, ilmu atau teori.
Aksiologi adalah teori nilai, yaitu sesuatu yang diinginkan, disukai atau yang baik. Bidang yang diselidiki adalah hakikat nilai, kriteria nilai, dan kedudukan metafisika suatu nilai.
Nilai (value dalam Inggris) berasal dari kata Latin  valere yang artinya kuat, baik, berharga. Dalam kajian filsafat merujuk pada sesuatu yang sifatnya abstrak yang dapat diartikan sebagai “keberhargaan” (worth) atau “kebaikan” (goodness). Nilai itu sesuatu yang berguna. Nilai juga mengandung harapan akan sesuatu yang diinginkan.
Nilai adalah suatu kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk memuaskan manusia (dictionary of sosiology an related science). Nilai itu suatu sifat atau kualitas yang melekat pada suatu obyek.
§  Notonagoro membagi nilai menjadi tiga macam,, yaitu:
1)      Nilai material, yaitu sesuatu yang berguna bagi manusia.
2)      Nilai vital, yaitu sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat melaksanakana kegiatan atau aktivitas.
3)      Nilai kerokhanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani yang dapat dibedakan menjadi empat macam:
a)      Nilai kebenaran, yang bersumber pada akal (ratio, budi, cipta) manusia.
b)      Nilai keindahan, atau nilai estetis, yang bersumber pada unsur perasaan (aesthetis, rasa) manusia.
c)      Nilai kebaikan, atau nilai moral, yang bersumber pada unsur kehendak (will, karsa) manusia.
d)     Nilai religius, yang merupakan nilai kerokhanian tertinggi dan mutlak. Nilai religius ini bersumber kepada kepercayaan atau keyakinan manusia.

Dalam filsafat Pancasila, disebutkan ada tiga tingkatan nilai, yaitu nilai dasar, nilai instrumental, dan nilai praktis.
*      Nilai dasar, adalah asas-asas yang kita terima sebagai dalil yang bersifat mutlak, sebagai sesuatu yang benar atau tidak perlu dipertanyakan lagi. Nilai-nilai dasar dari Pancasila adalah nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan, nilai kerakyatan, dan nilai keadilan.
*      Nilai instrumental, adalah nilai yang berbentuk norma sosial dan norma hukum yang selanjutnya akan terkristalisasi dalam peraturan dan mekanisme lembaga-lembaga negara.
*      Nilai praksis, adalah nilai yang sesungguhnya kita laksanakan dalam kenyataan. Nilai ini merupakan batu ujian apakah nilai dasar dan nilai instrumental itu benar-benar hidup dalam masyarakat.
            Nila-nilai dalam Pancasila termasuk nilai etik atau nilai moral merupakan nilai dasar yang mendasari nilai intrumental dan selanjutnya mendasari semua aktivitas kehidupan masyarakat, berbansa, dan bernegara.

Secara aksiologis, bangsa Indonesia merupakan pendukung nilai-nilai Pancasila (subscriber of value Pancasila), yaitu bangsa yang berketuhanan, yang berkemanusiaan, yang berpersatuan, yang berkerakyatan dan berkeadilan sosial.
Pengakuan, penerimaan dan pernghargaan atas nilai-nilai Pancasila itu nampak dalam sikap, tingkah laku, dan perbuatan bangsa Indonesia sehingga mencerminkan sifat khas sebagai Manusia Indonesia



1.3 Sifat khas Pancasila sebagai Filsafat
Mari kiata ingat kembali ucapan Bung Tomo ketika ia menerima gelar “Doctor Honoris Causa” yang diberikan oleh Universitas Gajag Mada. Ketika itu Bung Tomo berkata : “Jangan dikatakan saya pembentuk ajaran Pancasila. Saya hanya seorang penggali dari pada ajaran Pancasila itu”. Dari ucapan itu mari kita pahami, bahwa Bung Tomo tidak menepuk dada dengan mengakui sebagai pencipta, karena kenyataan memang membuktikan, bahwa Pancasila adalah milik bangsa Indonesia yang diwariskan oleh nenek moyang dan akan diwariskan untuk anak cucu kita. Memperhatikan status Pancasila yang demikian, maka kita dapat mengatakan bahwa alam filsafat dapat dibagi dalam tiga kelompok menurut penciptanya, ialah :
1. Milik individu;
2. Milik kelompok;
3. Milik bangsa;
   Dari tiga milik itu kita melihat pula filsafat sebagai milik dunia dan dikatakan universal. Pancasila bukan milik soekarno secara individu sebagaimana Soekarno sendiri mengakuinya kedalam Pembukann UUD 1945, tetapi Pancasila adalah milik seluruh bangsa Indonesia. Itulah sifat khas jika disbanding dengan status filsafat-filsafat lain di seluruh permukaan bumi.
   Lebih khas lagi adalah bahwa Pancasila yang terdiri dari lima sila merupakan suatu kesatuan yang bulat dan utuh. Sila I menjiwai lalu melindungi sila II, III, IV, dan V. Begitu pun sila-sila lainnya saling menjiwai satu sama lain. Tetapi didalam lambing Negara berbentuk garuda, di sana terlihat Pancasila tersusun secara bulat dan utuh.
Dengan ringkas Pancasila disebut sebagai :
1. Dasar Negara Republik Indonesia. Sebagai dasar Negara maka setiap hukum, perundang-undangan dan peraturan-peraturan haruslah dirasakan mengalir dari mata-air yang menjadi sumber hukum itu.
2. Pancasila merupakan pandangan hidup. Kegiatan bangsa dalam usaha untuk mengejar kehidupan yang lebih baik, sejahtera lahir dan batin, dilaksanakan dalam suasana persatuan, satu dalam langkah, satu dalam irama, saling topang menopang.
3. Pancasila adalah jiwa dan kepribadian bangsa. Memiliki jiwa dan kepribadian berarti memiliki rasa harga diri dan rasa tanggung jawab. Mampu mempertahankan martabat bangsa dan dengan kepribadian itulah bangsa Indonesia kagum pada kedudukanya di tengah-tengah bangsa diseluruh dunia, mampu untuk mempelopori keamanan dunia serta kesentosaan dunia, mampu untuk mempelopori keamanan dunia serta kesentosaan umat manusia. Setiap sikap, langkah dan gerak adalah produkdaripada kebulatan dan keutuhan Pancasila.
4. Pancasila sebagai tujuan. Pancasila pada taraf permulaan merupakan dasar dan sebagai inti dasar tersirat suatu cita-cita bangsa, yaitu harapan untuk mencapai bentuk masyarakat yang adil dan makmur, ialah cita-cita yang terlaksana pada masa mendatang. Masyarakat adil makmur spiritual dan materil itulah merupakan tujuan bangsa, ialah tujuan yang tersalur oleh Pancasila.
5. Pancasila adalah perjanjian luhur bangsa Indonesia. Sejarah pertumbuhan Pancasila, asal-usul Pancasila sebagai milik bangsa, bukan milik perseorangan, merupakan suatu janji luhur yang terpatri didalam lubuk hati setiap insane Indonesia dan dengan demikian merupakan ketentuan yang mengikat antara sesama bangsa Indonesia untuk mempertahankan kelangsungan hidup Republik Indonesia.

1.4 Pancasila Sebagai Dasar Negara
Istilah Pancasila sebagai dasar Negara telah kita dengar untuk pertama kali ketika Soekarno memberikan pidato sambutannya pada tanggal 1 Juni 1945 dalam siding Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPKI) dan isi hakikinya tertuang dalam teks resmi Pembukaan UUD 1945. Ini berarti bahwa tanpa spesifikasi lain, tiap ucapan istilah Pancasila diartikan mengacu pada Pembukaan UUD 1945.
Dari konteks Pembukaan UUD 1945 ini jelaslah bahwa fungsi dasar Pancasila adalah sebagai dasar Negara. Sesuai dengan rumusan yang tertulis secara eksplisit dan berdasarkan pandangan yang hidup dalam masyarakat Indonesia maka Pancasila adalah dasar yang melandasi bangunan Negara RI. Ini berarti ada hubungan intrinsic antara Negara RI dengan Pancasila sebagai landasannya. Secara singkat dapat disimpulkan Pancasila adalah landasan ideologis bagi Negara RI.
Kalau kita mengkaji rumusan yang terungkap dalam Pembukaan UUD 1945 dan kenyataan hidup yang berkembang dalam kehidupan sehari-hari, jelaslah bahwa Pancasila dimaksudkan sebagai landasan serta pedoman bagi kehidupan bangsa dan Negara selanjutnya dalam menyongsong hari depan.

1.5 Pancasila sebagai Ideologi Negara
Ideologi adalah keseluruhan system ide yang secara normative memberikan persepsi, landasan, serta pedoman tingkah laku bagi seseorang atau masyarakat dalam seluruh kehidupannya dan dalam mencapai tujuan yang dicita-citakan. Dengan demikian ideology mengandung orientasi yang menempatkan seseorang dalam lingkungan ilmiah dan social. Dalam orientasi itu ia mempunyai pandangan atau wewenang tentang alam, masyarakat, manusia, dan segala realitas yang dijumpai serta dialaminya semasa hidupnya
Apa yang kita miliki sekarang ialah Pancasila sebagai dasar Negara. Artinya sebagai landasan yang mempunyai kekuatan yuridis konstitusional. Padahal Pancasila juga merupakan landasan ideologis, artinya sebagai ideology harus mampu memberikan orientasi, wawasan, asas, dan pedoman yang normative dalam seluruh bidang kehidupan Negara.
Petama-tama Pancasila harus dituangkan dalam bidang social, ekonomi, budaya, politik, dan Hankam sehingga dengan demikian nampak kemana system penyelenggaraan harus diwujudkan.
Disamping itu, perlu disadari bahwa penjabaran ideologi Pancasila melalui refleksi dijalankan dengan tujuan, agar melalui ideologi Pancasila bangsa Indonesia dapat meralisasikan potensinya, meningkatkan mutu hidupnyam, dan dengan demikian memperluas serta memperdalam arti serta makna kebebasan bagi bangsa Indonesia. Ideologi Pancasila harus menunjukan dampak pembebasannya bagi masyarakat pada umumnya. Oleh karena itu harus dihindarkan, agar ideologi Pancasila tidak bersifat otoriter, artinya mengekang dan mempersempit ruang hidup manusia. Ideology memang memberikan ketentuan-ketentuan secara normative, tetapi dengan tidak mengurangi hak-hak asasinya.

PENUTUP
Kesimpulan
Filsafat Pancasila dapat didefinisikan secara ringkas sebagai refleksi kritis dan rasional tentang Pancasila sebagai dasar negara dan kenyataan budaya bangsa, dengan tujuan untuk mendapatkan pokok-pokok pengertiannya yang mendasar dan menyeluruh.
Pancasila ini merupakan Weltanschauung bangsa Indonesia yang dijadikan pegangan dan pedoman hidupnya dalam membangun baik dirinya, masyarakat, bangsanya, maupun negaranya, sebab Pancasila itu merupakan suatu kristalisasi dari nilai-nilai luhur yang dimiliki oleh seluruh bangsa Indonesia.
Pancasila hidup di dalam masyarakat mereka serta di yakini kebenarannya, sehingga menimbulkan tekad pada mereka untuk mewujudkan di dalam segala segi kehidupannya, juga dalam hidup kenegaraannya.
Dengan demikian maka Pancasila itu bagi Bangsa Indonesia merupakan jiwa, kepribadian, pandangan hidup dan dasar Negara.
Rumusan Pancasila secara konstitusional tercermin dan terkandung di dalam Pembukaan UUD 1945, khususnya di dalam alineanya yang keempat yang  antara lain berbunya : “. . . . . . .  terbentuk dalam susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada :

1.      Ketuhanan Yang Maha Esa,
2.      Kemanusiaan yang adil dan beradab,
3.      Persatuan Indonesia,
4.      Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan,
5.      Keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.-

Kelima sila dari Pancasila itu merupakan satu rangkaian yang bulat dan terpadu, suatu totalitas yang tidak dapat dibagi-bagi dan dipisah-pisahkan. Sila-sila itu kemudian diwujudkan dalam batang tubuh UUD 1945, berbentuk satu rangkaian pasal-pasal dari UUD itu sebanyak 37 buah.
Oleh karena suatu undang-undang dasar merupakan suatu produk hukum yang menepati kedudukan tertinggi di dalam suatu kerangka tata tingkatan norma-norma hukum yang berlaku di setiap Negara, maka UUD 1945 pun di Negara Republik Indonesia merupakan sumber hukum yang tertinggi.
Jelaslah kiranya bahwa dasar filsafat Negara Republik Indonesia adalh Pancasila.




   

DAFTAR PUSTAKA

            Widjaya, A. W. 1983. Demokrasi dan aktualisasi Pancasila. Bandung : Alumni
            Bawengan, G. W. 1983. Sebuah Studi Tentang Filsafat. Jakarta : Pradya Paramita
            Affandi Muchtar. 1982. Ilmu-ilmu Kenegaraan uatu Studi Perbandingan. Bandung : Fakultas Sosial politik Universitas Padjajaran
            Kaelan, M. S. 2003. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta : Paradigma
            Poespowardojo, soerjanto. 1991. Filsafat pancasila sebuah Pendekatan social-Budaya. Jakarta : Gramedia.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Buku Menggapai Impian

R esensi B uku M enggapai I mpian Oleh: Asep Rizky Padhilah A.     IDENTITAS BUKU       a.        Judul buku                  : Menggapai Impian.       b.       Penulis                         : Masriyah Amva.       c.        Penerbit                       : Kompas.       d.       Cetakan                       : September 2010.       e.        Tebal Halaman            : 288 halaman.       f.        Jenis cover                   : Soft cover.       g.       Dimensi (PxL)             : 140x210mm.       h.       Kategori                      : Islam.        i.         Teks bahasa                 : Indonesia. B.      Biografi Pengarang. HJ. MASRIYAH AMVA, lahir pada 13 Oktober 1961 di sebuah kampong pesantren di Babakan Ciwaringin, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Semasa kecil ia dididik langsung oleh ayah-ibunya, KH. Amrin Hannan dan Hj. Fariatul’Aini yang sehari-hari menjadi pengasuh utama pesantren mereka. Kedua kakeknya, K.H. Amin dan K.H.

Pengamatan di Keraton Kacirebonan

PEMBAHASAN A.     Sejarah Keraton Kacirebonan. Keraton Kacirebonan menurut sumber catatan sejarah Keraton, didirikan oleh Pangeran Raja Kanoman pada tanggal 13 Maret 1808. Pangeran Raja Kanoman adalah seorang putera dari Sultan Kanoman ke IV yang bergelar Amirul Mu’minin Sultan Muhammad Khairuddin.   Pernikahan Pengeran Raja Kanoman dengan permaisurinya yang bernama Ratu Sultan Gusti Lasminingpuri mempunyai seorang putera yang bernama Pangeran Raja Hidayat beserta keturunannya meneruskan tradisi Keraton Kacirebonan secara turun temurun sampai sekarang. Pada tahun 2008 Keraton Kacirebonan genap berusia 200 (Dua ratus) tahun. Berdirinya Keraton Kacirebonan berawal dari perlwanan Pangeran Raja Kanoman terhadap Penjajah Belanda, sehingga beliau di buang ke Ambon dan kehilangan hak-haknya sebagai seorang putera sultan. Di buangnya Pangeran Raja Kanoman ke Ambon ternyata tidak menyurutkan api perlawanan para pengikut setianya di Cirebon, yang menuntut di pulangkannya kembali Pangeran Raja

Gadis Kerudung Putih

Gadis Kerudung Putih Oleh : Asep Rizky Padhilah Ilustrasi Baju putih garis-garis dan jilbab putih yang ia pakai selalu mengingatkanku kepadanya, begitu menawan dan anggun ^,^. Dan kerudung coklat menutupi rambutnya yang membuatku pantang tuk melupakannya ketika ia pertama kalinya menjengukku ketika ku sakit dalam kesendirian dirumah. Ia lah wanita pertama yang kuberi sebuah penghargaan terbesar dalam hidupku. :) Sungguh begitu nyaman ku didekatnya, saat itu ku duduk disampingnya tanpa mengucapkan sepatah katapun, hanya senyuman kecil yang ia layangkan. Senyuman itulah yang selalu ku ingat. Sungguh tiada duanya, bagaikan suatu keindahan dunia yang menakjubkan. :). Saat itu ibaratkan rasa sakit yang kurasakan telah terobati oleh seorang suster cantik yang turun dari langit ke tujuh. Apalagi ketika ku tertidur dipangkuannya. Ingin rasanya ku mengulang kejadian itu. Aku merasakan suatu percikan kecil yang aneh dalam diriku, yang membuat hatiku berdetak tidak seperti biasanya. Kuketahu