Mahasiswa dan Facebooknya*
Oleh : Asep Rizky Padhilah1
Pada liburan semester kali ini banyak sekali hal yang menarik yang dapat penulis rasakan, liburan yang lebih dari satu bulan setengah ini, bahkan mencapai dua bulan, atau tiga bulan, tapi aku tidak tahu berapa tepatnya lama liburan yang kujalani karena ketidakjelasannya informasi dari kampus. Di liburan kali ini penulis jarang sekali bertemu dengan teman-teman mahsiswa yang lain, lebih tepatnya bisa dikatakan dengan ngumpul bareng lagi. Entah apa penyebab dari itu semua, mungkin penulis yang terlalu malas untuk keluar rumah karena panasnya kota Cirebon yang berintan ini, karena hampir setiap harinya suhu mencapai 33o celcius yang selalu kulihat dari aplikasi snaptu dari handphone penulis, atau teman-teman mahasiswa yang lain yang terlalu sibuk dengan kegiatannya dan aktivitasnya, tapi penulis tidak tahu tepatnya seperti apa. Tapi penulis selalu menyempatkan memberi kabar dengan teman-teman mahasiswa yang lain dengan melalui handphone ataupun facebook, melalui teknologi ini penulis bisa merasa dekat dengan teman-teman mahasiswa. Dan anehnya ketika pada saat di facebook hamper semua teman penulis selalu ada disana, meng-update statusnya, upload foto, dan lain-lain. Lewat facebook semua teman penulis yang terasa jauh kini terasa dekat.
Kini teknologi sudah menjadi alat yang mempermudah dan dimudahkan seluruh kegiatan dan aktivitas yang kita lakukan, namun apakah itu dampak positif atau negatif dari teknologi tersebut? Kenyataan yang kini kita rasakan mungkin seperti ini : dengan selalu mengandalkannya teknologi khususnya handphone dan facebook, kini orang-orang sepertinya timbul rasa malas untuk mengunjungi sanak saudaranya maupun teman-temannya, sekalipun tetangganya yang sebelah rumah sekalipun. Dalam kata lain berkurangnya saliturahmi di dunia nyata. Maka timbul istilah “yang jauh terasa dekat, yang dekat terasa jauh”. Mungkin dapat penulis artikan ketika kita dapat menghubungi keluarga, teman, saudara yang jaraknya jauh dari kita mungkin kita merasa dekat dengan adanya handphone dan facebooknya. Namun ketika tetangga kita, teman satu kelas kita, orang tua kita yang mungkin jaraknya tidak terlalu jauh bahkan dapat kita temui setiap harinya, tapi kita selalu menggunakan handphone dan facebooknya akan terasa jauh, mungkin seperti saya seperti itu.
Berbicara tentang handphone, mungkin seluruh mahasiswa sudah pada mempunyai handphone, dari berbagai tipe, merk, harga, kwalitas, dan produk yang berbeda-beda. Dan penulis selalu mengamati mahasiswa-mahasiswa kekinian yang sedang berada dikampus, mereka selalu tidak pernah lepas dari handphonenya, mulai dari masuk kampus, sedang berjalan didaerah kampus, sedang mengemudi kendaraan, sedang duduk ditaman, sedang di mesjid, sedang di warung, sedang dikelas yang sedang ada dosennyapun penulis selalu meihat handphone sedang di pegang oleh mahasiswa. Dan yang paling mengherankan adalah ketika penulis memasuki suatu perpustakaan yang cukup terkenal di Kota Cirebon, saya tak jarang saya melihat seseorang sedang membaca buku sambil membaca sms, hal itu membuatku tersenyum didalam hati dan bertanya-tanya apakah masuk ilmu yang didapat dari membaca buku sambil membaca sms itu?. Dan mungkin sudah lebih dari 50% mahasiswa ketika bangun tidur pertama kali yang dicari adalah handponenya. Hal itu terbukti ketika saya menginap dirumah teman-teman saya, ketika ingin tidur hanphonenya diletakan disebelahnya, sudah seperti istrinya sendiri dan ketika bangun tidur mereka selalu mencari hanphonenya untuk mencek apakah ada pesan masuk atau tidak. Hal tersebut sudah sering saya lihat ketika saya menginap dirumah teman-teman mahasiswa saya. Apa yang terjadi dengan mahasiswa kekinian? Mahasiswa kini bagaikan seorang pecandu rokok berat yang tak pernah bisa melepaskan rokoknya dari jepitan jari-jemarinya, dan mahasiswa tidak bisa melepaskan handphonenya dari genggaman tangannya.
Berbicara tentang facebook, mungkin seluruh mahasiswa sudah tidak asing lagi dengan namanya facebook dan mungkin sudah pada mempunyainya kecuali orang yang selalu dengan mudah membid’ahkan dan mengharamkan sesuatu yang tidak ada di zaman Rosul. Ya mungkin seperti itu. Facebook merupakan salah satu layanan jaringan sosial internet yang gratis dimana kita dapat membentuk jaringan dengan mengundang teman kita. Dan dari jaringan yang kita bentuk, dari facebook kita dapat memperhatikan aktifitas mereka, menambahkan teman atau jaringan kita berdasarkan organisasi, sekolah, kampus, daerah yang kita inginkan dan seterusnya. Dan kali ini facebook telah menyebar keseluruh penjuru dunia yang dapat menghipnotis penggunanya, bahkan hampir kepada seluruh mahasiswa. Kenapa tidak? Karena saya tak jarang melihat mahasiswa yang ketika sedang menggunakan internet hal yang pertama dilakukan adalah log in pada facebooknya, hal tersebut sudah tak asing bagi mata saya. Sehingga menurut saya hal tersebut dapat menimbulkan penurunan produktifitas belajar mahasiswa, sehingga mahasiswa tersebut akan memprioritaskan facebooknya terlebih dahulu. Timbul pertanyaan didalam benak saya : apa yang terjadi pada mahasiswa kekinian? Memang facebook yang ia gunakan adalah facebook miliknya, uang yang ia gunakan adalah uang miliknya, tapi apakah mahasiswa akan tetap terus seperti itu? Terus terpesona oleh anggunnya tampilan facebook? Apakah akan seterusnya mahasiswa seperti itu yang konon dijuluki oleh Agent Social of Change, dan Social of Control?. Kini banyak mahasiswa yang sedang nyaman dengan situs facebooknya, yang tiap saat tidak pernah lupa untuk meng-update stastus pada setiap kegiatan yang sedang ia lakukan, dan setiap apa yang sedang ia rasakan. Saya mempunyai beberapa bukti yang menarik dari beberapa teman saya yang sering update statusnya yang sengaja saya simpan karena begitu menariknya status ini. Mari kita simak :
“ampuuunn ..
besok ke kampus lagi ,
Belum panasnya naudzubillah ,,
Cobaan saat ramadhan nii ,,
Tetap semangat :D”
besok ke kampus lagi ,
Belum panasnya naudzubillah ,,
Cobaan saat ramadhan nii ,,
Tetap semangat :D”
kampus
kampus
kampus
dosen
dosen
dosen
mahasiswa
kuliah
“kuliah
kuliah
Mahasiswa sebagai Agent of Change dan Social Control
Perlu disadari, mahasiswa adalah intelektual terdidik. Kaum muda dengan segala potensi memiliki kesempatan dan ruang untuk berada dalam lingkungan akademis yang disebut kampus. Mahasiswa sangat dikenal dengan pemikirannya yang sangat kritis, demokratis dan konstruktif. Suara suara mahasiswa biasanya dianggap sebagai realita social yang ada dilingkungan masyarakat sehingga sangat pantas jika mahasiswa dianggap sebagai roda penggerak bangsa. Sepertinyapun telinga kita sudah tak asing lagi yang konon mahasiswa dijuluki dengan Agent of Change dan Social Control, yakni membawa bangsa ini pada perubahan yang lebih baik lagi, mahasiswa sebagai Social of Control dapat berperan sebagai elemen pengawal segala jenis kebijakan pemerintah yang menyangkut hajat hidup orang banyak, mahasiswa juga dapat menjadi aktor penting dalam mendorong dan memaksa pemerintah dalam mewujudkan good governance dalam sistem pemerintahan. Peran aktif mahasiswa sebagai pengawal dan pendorong good governance ini dilakukan dalam rangka menciptakan kesejahteraan yang merata bagi seluruh lapisan masyarakat Indonesia.
Aksi TRITURA (Bubarkan PKI, Retool Kabinet, dan Turunkan Harga) pada tahun 1966, gerakan aksi tersebutlah yang melibatkan mahasiswa yang telah membidani lahirnya orde baru karena pada masa itu konstelasi politik yang formal tidak memiliki kemampuannya untuk membangun kekuatan sosial dan politik untuk keadaan yang lebih baik. Tidak berlebihan kiranya jika kemudian masyarakat mengklaim mahasiswa sebagai agent of change and social control, walaupun sebenarnya yang harus mengontrol kondisi sosial dan melakukan perubahan adalah seluruh masyarakat dan bukan hanya mahasiswa.
Sayangnya, peran mahasiswa sebagai agent of change and social control sekarang hanyalah sebuah mitos belaka. Sedikit sekali peran nyata mereka dalam hal ini. Berdiri ditengah tiang tertinggi dalam pendidikan justru menghilangkan kepeduliannya pada suatu sisi kehidupan. Kini kebanyakan mahasiswa kekinian sedang asik dan terlalu nyaman dengan kemajuan teknologi, kini mahasiswa terlalu nyaman dengan handphone dan facebooknya ketimbang berpikir kritis atas kenaikan SPP dan IKOMA di kampusnya. Pantaskah mahasiswa hari ini di pandang sebagai mahasiswa? Benarkah mahasiswa itu kontrol sosial atau malahan mereka adalah masalah sosial?
Tampaknya sekarang sudah saatnya kita sadar dan terbangun dari mimpi indah kita, saatnya kita bangun dari kenyamanan handphone dan facebook. Saatnya kita merefleksikan mahasiswa sebagai Agent of Change dan Social Control. Diperlukan kesadaran mahasiswa untuk lebih kritis dan peduli terhadap realitas sosial yang ada. Karena berbaurnya mahasiswa dengan realitas sosial yang ada maka akan memunculkan pemikiran serta hasil-hasil yang nyata daripada sekedar hura-hura. Hasil nyata yang mempunyai keberpihakkan pada rakyat kecil, kaum yang selama ini termarjinalkan.
*Tulisan ini ditulis pada tanggal 07 Januari 2011. Ditulis ketika liburan semester II.
1Penulis adalah mahasiswa IAIN Syekh Nurjati Cirebon Semester III Jurusan IPS.
hmmm
BalasHapusmedia sosial itu bagaikan 2 buah mata pisau,,,
1 pihak menguntungkan, 1 pihak merugikan..
Tapi dengan ada nya media sosial, kita yg tadi nya ga tau, malah menjadi tau akan sebuah fakta, walaupun nyeseek...
Hehehe :D
hehehehe, udah pernah jadi korban nyeseek dari media sosial yaaa???
BalasHapusyaaahh, itulahhh..
ga lepas dari sisi baik dan buruk....
iyaaa haaahaaa
BalasHapussebuah kisah klasik itu...
ckckckck